WartaMinaesa, Sulut- Rolling Jabatan pada Pemerintah Kota Tomohon Tanggal 22 Maret 2024 lalu, bertempat diruang rapat Walikota Tomohon, yang dilakukan oleh Wali Kota Tomohon Caroll Senduk, berdampak polemik.
Pelantikan tersebut yang dilakukan oleh Wali Kota Tomohon diduga melanggar Undang-Undang no 10 Tahun 2016 Pasal 71 ayat 2, yang mengatakan Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
Dugaan pelanggan ini telah dilaporkan oleh sejumlah organisasi masyarakat, yaitu LSM INAKOR pada hari Jumat 30 Agustus 2024 siang, ke KPU dan Bawaslu Kota Tomohon.
Menanggapi hal ini, Anggota Bawaslu Provinsi Sulut Donny Rumagit yang juga sebagai Ketua Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa, saat diwawancarai oleh wartawan media ini, disela pengawasan pemeriksaan kesehatan di RSUP Prof Kandou Manado, menjelaskan pada pemilu tahun 2024 ini semua ada norma yang mengatur, harus mengikuti undang-undang yang berlaku. Termasuk UU Pilkada.
“Memang, UU Pilkada di pasal 71 ayat 2, telah mengatur bahwa setiap Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota, dilarang melakukan penggantian pejabat 6 bulan, penetapan pasangan calon.” terang Rumagit, Sabtu (31/08/24).
Lanjutnya, “Jadi penetapannya kan, tanggal 22 September, berarti ditarik 6 bulan, berarti enam bulan, 22 Maret itu sudah tidak bisa melakukan pelatihan, kecuali ada persetujuan Mendagi. Karena jika melanggar ada sanksinya, yang pertama sanksi pidana, yang kedua pembatalan calon bagi petahana.” tegas Rumagit.
Dia mengakui, Bawaslu tinggal menunggu jika sudah penetapan pasangan calon dan misalnya jika sudah ada laporan, akan diproses sesuai aturan yang berlaku.
Namun, kata Rumagit, memang ijin persetujuan tertulis dari Mendagri itu bukan dokumen syarat berkas buat bacalon, karena syarat pencalonan dan calon sudah tertuang dalam PKPU 8 (Delapan).
“Nantinya, ketika ada laporan ke Bawaslu jika itu pelanggaran administrasi, akan kami proses. Jika pelanggaran itu terbukti, baru direkomendasikan ke KPU. Karena eksekutornya adalah KPU, dia (KPU-red) yang harus membatalkan.” aku Rumagit. (Red**).